Nama Park Chan-wook selalu identik dengan ketegangan, ironi, dan estetika visual yang memukau. Dalam film terbarunya, No Other Choice, sutradara legendaris asal Korea Selatan ini sekali lagi membuktikan dirinya sebagai maestro yang mampu menertawakan sisi paling gelap dari manusia modern dengan cara yang sama indahnya seperti ia menelanjangi kebusukan moral di Oldboy atau The Handmaiden.

Tayang perdana di Venice Film Festival 2025, film berdurasi 2 jam 19 menit ini menampilkan Lee Byung-hun dan Son Ye-jin dalam performa luar biasa yang menyeimbangkan humor, tragedi, dan kritik sosial. No Other Choice adalah tontonan yang menggelitik sekaligus menghantui — tentang seorang pria yang kehabisan pilihan di dunia yang tak lagi punya ruang bagi belas kasihan.

Kisah Tentang Pria yang Kehilangan Segalanya

Film ini membuka kisahnya dengan nuansa hangat. Man-soo (Lee Byung-hun) tampak seperti pria ideal: bekerja stabil di perusahaan kertas Solar Paper selama 25 tahun, punya rumah indah, istri yang penuh kasih (diperankan Son Ye-jin), dua anak yang ceria, dan dua anjing golden retriever yang seolah menandakan hidup sempurna.

Namun, karena ini film Park Chan-wook, kebahagiaan itu tentu tak bertahan lama. Dalam satu pagi yang biasa-biasa saja, Man-soo menerima surat pemutusan kerja. Tanpa penjelasan panjang, karier yang telah ia bangun selama seperempat abad lenyap begitu saja.

Dari sinilah spiral keputusasaan dimulai. Man-soo mencoba mencari pekerjaan baru, tapi dunia yang dulu menghargainya kini seolah menutup pintu rapat-rapat. Utang menumpuk, tabungan menipis, dan rasa malu menjadi bayangan yang menempel di setiap langkahnya. Hingga akhirnya, dalam keputusasaan paling gelap, ia mulai mengambil langkah ekstrem: menyingkirkan pesaing-pesaingnya secara harfiah demi mendapatkan posisi kerja yang diincarnya.

No Other Choice secara perlahan memperlihatkan bagaimana manusia bisa berubah saat hidup memaksanya ke sudut tanpa jalan keluar. Dan seperti judulnya, Park ingin mempermainkan kalimat “tidak ada pilihan lain” — sebuah pembenaran yang kerap terdengar, namun jarang benar-benar jujur.

Humor Gelap di Tengah Dunia yang Kejam

Yang membuat film ini begitu khas adalah kemampuannya membuat penonton tertawa di tengah tragedi. Park Chan-wook tahu betul cara menciptakan keseimbangan antara absurditas dan rasa sakit. Adegan-adegan kecil seperti video call istri Man-soo yang selalu muncul di waktu paling tidak tepat, atau reaksi kikuk sang suami yang berusaha menjaga wibawa di tengah kekacauan, memberi napas humor yang ironis.

Namun tawa itu tidak bertahan lama. Seiring rencana Man-soo berkembang, suasana film semakin kelam. Penonton yang tadinya tertawa, perlahan mulai merasa tidak nyaman. Ada momen di mana kita ingin berhenti tertawa, tapi juga tidak bisa berhenti menonton. Itulah kejeniusan Park: membuat humor menjadi refleksi atas penderitaan sosial.

Park sendiri menyebut film ini sebagai bentuk eksplorasi terhadap “absurditas tragis kapitalisme modern.” Ia ingin menunjukkan bagaimana sistem ekonomi bisa membuat orang yang seharusnya menjadi komunitas justru saling menghancurkan demi bertahan hidup. Dalam dunia seperti ini, moralitas menjadi kemewahan — dan empati sering kali terasa seperti kelemahan.

Lee Byung-hun, Pria Biasa yang Tersesat dalam Sistem

Performa Lee Byung-hun adalah salah satu pilar utama film ini. Ia memainkan Man-soo dengan ketenangan luar biasa — tidak berlebihan, tidak teatrikal. Ekspresinya cukup untuk membuat kita percaya bahwa di balik wajah yang tampak tenang, ada badai besar yang siap meledak kapan saja.

Berbeda dari perannya di I Saw the Devil atau Mr. Sunshine, kali ini Lee tampil sebagai sosok yang sangat manusiawi. Ia bukan pahlawan, bukan penjahat, hanya seseorang yang perlahan kehilangan arah. Dan di situlah letak kekuatannya. Saat ia berbisik pelan, “Aku tidak punya pilihan lain,” penonton tahu itu bukan sekadar dialog — melainkan jeritan dari seseorang yang sudah terlalu lelah melawan dunia.

Son Ye-jin pun tampil memikat sebagai Mi-ri, istri yang tak sepenuhnya mengerti tekanan suaminya, namun menjadi pengingat kecil tentang sisa-sisa kemanusiaan di tengah kegilaan. Chemistry keduanya menambah kedalaman emosional film ini, membuat tragedinya terasa lebih nyata.

Kritik Sosial yang Mengena dan Universal

Secara tematik, No Other Choice memiliki semangat yang serupa dengan Parasite. Keduanya sama-sama membedah wajah gelap masyarakat modern — tentang kelas sosial, ambisi, dan kegelisahan ekonomi. Bedanya, jika Parasite terasa seperti tragedi yang dibungkus satire, maka No Other Choice adalah komedi yang perlahan membusuk menjadi tragedi.

Park Chan-wook menyuguhkan dunia di mana pekerjaan menjadi ukuran harga diri, dan kehilangan pekerjaan sama artinya dengan kehilangan makna hidup. Ia tidak menghakimi karakter-karakternya, tapi juga tidak memberi pembenaran. Ia hanya menampilkan kenyataan apa adanya — pahit, lucu, dan absurd sekaligus.

Visual Park juga tetap memanjakan mata. Tiap frame terasa terancang rapi: pencahayaan lembut di awal yang berubah menjadi kontras tajam seiring kegilaan Man-soo meningkat. Musik latar yang ringan di awal film perlahan diganti dengan denting-denting tidak nyaman, mempertegas perubahan nada cerita.

Film yang Membuat Kita Tertawa, Lalu Diam Lama

Pada akhirnya, No Other Choice adalah film yang membuat penonton tertawa bukan karena bahagia, melainkan karena pahitnya kenyataan. Park Chan-wook tidak hanya membuat film yang indah secara teknis, tapi juga tajam secara emosional dan intelektual.

Film ini mungkin membuatmu tersenyum di awal, tapi ketika lampu bioskop menyala, kamu akan sadar sedang merenungkan pertanyaan yang lebih besar:
Apakah kita benar-benar punya pilihan dalam hidup, atau hanya berpura-pura memilikinya?

Dengan sinematografi yang elegan, naskah yang cerdas, dan akting yang memukau, No Other Choice layak disebut sebagai salah satu karya terbaik tahun 2025 — film yang memadukan tawa dan tragedi dalam satu napas, dan meninggalkan gema panjang di benak penonton setelah kredit terakhir bergulir.

No Other Choice (어쩔 수가 없다)
Sutradara: Park Chan-wook
Pemeran: Lee Byung-hun, Son Ye-jin, Park Hee-soon, Lee Sung-min, Yeom Hye-ran, Cha Seung-won
Durasi: 2 jam 19 menit
Rilis: 29 Agustus 2025
Produksi: CJ Entertainment