Home Drama Korea Kdrama Review Sinopsis D Day Eps 5

Sinopsis D Day Eps 5

0

1Mirae dalam mode darurat saat ini. Han Woojin menemui Jung Ddolmi yang sedang membantu pasien. Han Woojin bertanya mengapa Ddolmi belum kembali ke Busan. Ddolmi mengatakan bahwa niatnya untuk pergi ke Seoul adalah untuk bertemu dengan Han Woo Jin, dokter yang sudah menyelamatkannya dulu sewaktu dia mengalami kecelakaan mobil. Han Woojin adalah dokter yang mengoperasi Ddolmi dahulu. Ddolmi merasa bahwa dulu Han Woojin adalah orang yang sangat keren. Ddolmi sangat menyukainya. Karena Woojin juga lah, Ddolmi ingin menjadi dokter. ” Tapi..apakah kau adalah dokter Han yang dulu aku kenal ? ” tanya Ddolmi. Woojin menatap Ddolmi, tak mengerti. ” Dulu…tanpa seorang ahli anestesi kau membuka perutku dan menyelamatkanku di sebuarlh RS miskin.” lanjut Ddolmi lagi. ” Aku menyelamatkanmu tanpa seorang anestesi ? Itu bukan 7legenda. Itu hal gila yang pernah aku lakukan dan aku beruntung. ” jawab Woojin

” Jadi kau menyesal karena telah menyelamatkanku ? ” tanya Ddolmi lagi. ” Aku tak menyesalinya, aku hanya tak ingin melakukannya lagi. ” Woojin pun pergi meninggalkan Ddolmi yang masih terdiam memdengar jawaban Woojin.

Park Gun meminta Woojin menemuinya di Ruang ICU tempat menteri kesehatan dirawat. Han Woojin mengatakan bahwa mereka tidak mampu untuk merawat sang menteri karena kondisi RS yang sekarang. Tapi Park Gun memiliki pendapat yang berbeda. ” Orang ini berbeda…orang ini sangat penting untuk kita..lakukan apapun yang kau bisa untuk menyelamatkannya. ” perintah Park Gun. Han Woojin oun mengangguk.

Dr. Kang Jooran memberikan pengarahan kepada dokter, serta perawat RS yang ada. Kang Jooran menjelaskan bahwa mereka harus menyerah pada kasus yang membutuhkan transfusi darah , kemudian pasien yang bermasalah pada tulang dan otot yang akan berujung amputasi. Hal ini dikarenakan karena mereka tak memiliki stock darah.

Sesaat setelah dokter dan perawat keluar dari ruangannya, Kang Jooran pun memegang mainan Dongha, putranya. Kang Jooran terlihat sedang menahan tangisnya. Jina yang melihat ada yang aneh dengan Jooran pun langsung menghampirinya. Jina menyarankan Jooran untuk istirahat karena tangannya yang Jooran terluka. Namun Jooran menolaknya. Jina melihat mainan Dongha yang dipegang oleh Jooran, dan menanyakan dimana Dongha berada. ” Aku belum bisa menemukannya. Dia menghilang….” kata Jooran sambil terus menahan tangisnya. ” Sebelumnya dia ada bersamaku di mobil. Namun aku pingsan dan saat aku membuka mata dia sudah menghilang…Dia duduk di kursi belakang dan memegang mainannya. Namun hanya mainannya yang tertinggal” . ” Dokter…bagaimana ini ? Seharusnya kau mencarinya….dan bukan datang ke RS…” Jina ikut khawatir dengan keadaan Dongha. Jooran mengatakan bahwa anaknya tahu. Mereka telah berjanji, jika terjadi sesuatu pada mereka, mereka akan bertemu di RS. Mirae. ” Seperti halnya aku menjaga para pasien disini..di luar sana, pasti ada seseorang yang menjaganya. Ya….aku yakin dia akan baik – baik saja karena ada yang menjaganya. ” tangis Jooran pun pecah di pelukan Jina.

Haesung dan yang lain mulai bergerak untuk menangani pasien yang terus berdatangan. Haesung sejenak melihat ke sekitarnya. Banyak para korban gempa bumi yang sedang menunggu untuk ditangani. Ddolmi sendiri juga sudah menangani seorang anak kecil yang tertabrak mobil di saat gempa bumi terjadi. Sepertinya kondisi anak laki – laki itu serius karena Ddolmi memberi warna merah pada dahinya yang artinya kasus anak itu urgent dan hars cepat mendapatkan pertolongan.

Ahn Dae Gil kembali diminta oleh seorang suster untuk mengambil selimut karena pasien di luar kehabisan selimut. Dia menggerutu karena seharusnya itu bukan pekerjaannya. Dia adalah seorang doktwr magang yang harus membantu menangani pasien. Bukan untuk disuruh mengambil selimut. Dia ditemani oleh Eun So Yool seorang psikiater di RS. Mirae.

Sementara itu Mr. Kim si pengamen dan gelandangan tua masih terjebak di jalur kereta bawah tanah bersama penumpang yang lain. Dia masih memimpin jalan keluar. Namun sepertinya penumpang yang lain merasa lelah karena mereka tak sampai – sampai ke tujuan. Ada 1 anak perempuan yang tuna wicara sepertinya kelelahan. Dia terjatuh. Dan ada seorang oppa baik hati yang menolong untuk menggendongnya. Anak tuna wicara itu memiliki pluit. Kemudian ide dari oppa yang menggendongnya, pluit itu bisa mereka gunakan untuk membimbing penumpang lain menuju jalan keluar. Dikarenakan di jalur kereta bawah tanah itu gelap gulita. Jadi dengan mengikuti suara pluit tsb penumpang yang lain tak akan tersesat. Tak mudah untuk mereka melewati jalan tsb. Mereka harus menghindari tembok yang rapuh yang mungkin akan segera rubuh dalam hitungan menit.

Di lokasi yang tak jaub dari tempat mereka akan keluar, terdapat para anggota tim 119 sedang mengobrol. Mereka terlihat kelelahan dan kelaparan. Namun mereka masih bertekad untuk menyelamatkan para korban. Tak lama mereka mendengar bahwa di lokasi tempat mereka duduk saat ini terdapat sekumpulan orang yang sedang menyelamatkan diri mereka dari kereta bawah tanah. Kapten Choi segera berlari menuju jalan yang dimaksud.

Perasaan kapten Choi senang dan terkejut ketika melihat sahabatnya Mr.Kim maaih selamat. Tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, Choi Sang Ho terlihat tersenyum lebar melihat sahabatnya itu. Begitu juga dengan Mr. Kim yabg juga bahagia bisa bertemu dengan kawannya yang merupakan leader tim 119 itu. Mr. Kim pun bertanya apa yang baru saja terjadi. Mengapa kereta bawah tanah mengalami guncangan hebat da berhenti. Kemudian bangunan – bangunan di sekitarnya juga terlihat berantakan. ” Gempa bumi dengan skala 6,5 SR telah mengguncang Seoul. ” jawab kapten Choi. ” Benarkah ??” Mr. Kim seakan tak percaya. Sangho pun mengangguk. Kemudian Mr. Kim menunjuk seorang pria yang sudah membantu dirinya untuk mengevakuasi para penumpang. Laki – laki itu adalah oppa yang tadi sudah menggendongnya. ” Laki – laki itu adalah yabg terbaik…” kata Mr. Kim. Sangho pun mengucapkan salam terima kasih kepada pria tsb.

Si pria duduk untuk beristirahat karena merasa lelah. Dari jauh dia melihat gadis cilik yang tak bisa bicara itu. Tiba- tiba atap yang berada di atas gadis cilik itu menunjukkan tanda – tanda akan rubuh. Si pria pun segera berlari untuk menyelamatkan anak gadis kecilnya. Gadis kecil didorong oleh si pria agar tak tertimpa runtuhan atap. Benar saja, tak lama atap bangunan itu runtuh.

Tak sempat menyelamatkan diri, pria itu pun terkena runtuhan bangunan. Sangho dan tin lain cepat menuju ke pria tsb. Pria itu masih dalam keadaan sadar ternyata. Sangho mengatakan bahwa semua akan baik – baik saja dan segera menolongnya.

Ahn Dae Gil terlihat sangat gugup di saat Ddolmi meminta bantuannya untuk menangani pasien yang memiliki robek besar di betis kakinya. Robekan itu membuat darahnya tak berhenti untuk keluar. Ahn Dae Gil benar – benar terlihat gugup sehingga dia lupa menggunakan sarung tangan. So Yool yang berada di sampingnya pun membantunya untuk menggunakan sarung tangan tsb. ” Apa yang kau lakukan ? Apa kau gugup ? ” tanya Ddolmi ketika melihat Daegil yang tak kunjung memegang luka pasien dan menghentikan pendarahannya. Dae Gil segera memakai sarung tangannya dengan cepat dan melaksanakan apa yang Ddolmi perintahkan. ” Aku menemukan pembuluh darahnya…” kata Daegil. ” Pegang dan jangan sampai terlepas…” jawab Ddolmi.

Daegil terus memegang pembuluh darah di beris pasien hingga pasien tsb masuk ke dalam ruangan dan ditangani lebih lanjut. ” Sepertinya betisnya benar-benar hancur…” kata dokter Myung Hyun yang ikut membantu di ruangan tsb. ” Detak jantungnya tidak stabil dan sepertinya arterinya pecah…” kata Ddolmi juga. Ahn Dae Gil pun juga mempunyai pendapat yang sama. Dia oun segera melantunkan beberapa teori yang terdapat di buku kedokteran dengan lancarnya. Dia pun mengusulkan untuk segera membawa pasien tsb ke ruang operasi. ” Hey…kita ini sedang memikirkan apakah sebaiknya kita menyelamatkan lututnya atau tidak. Hey…dokter Busan, kau bilang bahwa kau berasal dari departemen ortopedi kan? Menurutmu apakah sebaiknya kita memotongnya sekali dengan menggunakan gergaji? ” tanya Myunghyun. ” Memotongnya dengan gergaji ? ” Ddolmi mengulabg perkataan Myunghyun yang terakhir. ” GERGAJI ?? ” Dae Gil merasa ngeri dan sobtak dia mengeluarkan suara muntah dari mulutnya dan tak sadar dia melepaskan pegangannya pada betis pasien. Darah menyembur kemana – mana.

” Hyaaa…apa yang kau lakukan ??? Jangan muntah di dekat pasieeen..” Ddolmi menendang kaki Daegil. ” Jauhkan tanganmu dari nya..!!! ” teriak Ddolmi. Ahn Daegil pun tersungkur ke belakang. Lengannya terasa sakit. Mungkin terbentur saat dia didorong oleh Ddolmi tadi.

Pasien pun dapat ditangani dengan baik oleh Ddolmi. Myunghyun pun berterima kasih pada Ddolmi karena berkat bantuannya semua bisa berjalan dengan baik.

Seorang perawat sedang mengeluh tentang Dae Gil yang selalu melakukan kesalahan. ” Dia bahkan bukan seperti anak kecil. ” gerutu perawat tsb sambil keluar ruangan. Kemudian Ddolmi masuk dan menghampiri Ahn Dae Gil. Ddolmi mengatakan bahwa DaeGil telah menghafal isi buku dengan baik. Tapi dia langsung mual disaat mendengar memotong kaki pasien dengan gergaji. ” Apakah kau seorang dokter ? ” tanya Ddolmi. Ddolmi melanjutkan perkataanya dengan berbicara bahwa jika saja Daegil itu juniornya, dia sudah habis kena makian oleh Ddolmi. ” Permisi Nona Jung Ddolmi ….. ” Daegil terlihat ingin membantah. ” Apa ?? Nona Jung Ddolmi ? Nona ???Aah… ada apa DOKTER Ahn Dae Gil ? ” mata Ddolmi terliat membesar, dia semakin emosi.

” Kau ini hanya seorang magang dan beda tahun kedokteran kita adalah 3 tahun…bagaimana bisa kau memanggilku dengan sebutan nona ?? …. Hyaaa….Dae Gil….” kata Ddolmi dengan bahasa informal dan mendorong kepala DaeGil dengan telunjuknya. ” Ijin doktermu hanyalah sebuah kertas…..sebuah kertas….” Ddolmi mendorong kepala DaeGil sekali lagi. Daegil pun terlihat menahan amarahnya. Jung Ddolmi pun menarik paksa kartu Id dokter milik Dae Gil dan menempelkannya di dada Ahn Dae Gil. Dae Gil begitu kesal terhadap Ddolmi. Dia pun membanting ID dokternya dengan keras ke lantai.

” dr. Ahn.. apa kau tak mengambil selimut untuk pasien yang diluar? Mereka kekurangan selimut…” protes perawat itu. Ahn Dae Gil bertambah kesal. Dia menjawab juga dengan keras mengapa harus dia yang melakukan hal itu. Dia adalah seorang dokter. Namun sepertinya perawat tsb tak mendengarkan ocehan Ahn Dae Gil. Kesabaran Ahn Dae Gil sudah habis. Dia menuju ke ruang dokter dan perawat Oh mengikutinya dari belakang. Dari cara Perawat Oh memanggil Ahn Dae Gil sepertinya mereka berteman. Dengan mengomel panjang lebar kepada suster Oh. Masalah dirinya tak dianggap sebagai dokter dan perlakuan yang dia terima. ” Apakah ini masuk akal.. memperlakukam seorang dokter magang dengan kelas atas seperti ini…” kata Dae Gil. ” Kau takut akan darah…mengapa kau malah mencoba untuk menjadi dokter bedah plastik ? Kau sangat cerdas, jadi pilih saja departement pengobatan dalam…” saran perawat Oh. ” Aku tidak bisa memberikan rumah sakit bedah plastik ayahku kepada orang lain…” jawab Dae Gil sambil masuk ke dalam ruangan dokter magang.

Ahn Daegil keluar dengan baju pergi. ” Kau akan kemana? ” tanya perawat Oh. ” Aku akan pulang ke rumah…” jawab Ahn Dae Gil. Tak mendengarkan teriakan panggilan perawat Oh di belakangnya.

Si perjalanan Ahn Dae Gil Ke rumah…dia melihat banyak orang menangis. Mereka menangisi keluarganya yang sudah tiada karena bencana gempa bumi ini. Mereka meletakkan jenazah keluarga mereka di tanah dan menutupinya dengan kain. Ahn Dae Gil menyaksikan pemandangan itu dengan sedih.

Dan betapa lebih terkejutnya dia sewaktu melihat bangunan gedung di rumahnya yang benar- benar tak terlihat seperti gedung. Hancur……

Perawat Hyunsuk , Jina dan Ddolmi sedang beristirahat di ruangan dokter. Mereka merasa lelah dan lapar. Hyunsuk mengeluh karena RS tak memberi mereka makan sama sekali. Ddolmi pun juga begitu. Jina memuji Ddolmi yang sudah banyak menangani pasien hari itu. Kemudian Haesung datang dan membawa sekotak kopi kaleng. Dia pun membagikannya pada mereka bertiga. ” Aku tidak bisa minum kopi di saat perutku kosong…” kata Ddolmi. ” Ya sudah…kalau begitu tak perlu diminum….” Haesung mengambil kembali kopi kalengnya dari tangan Ddolmi dan meminumnya. Perawat Oh menghampiri mereka dan berkata bahwa tim penyelamat baru saja menyelamatkan seorang korban.

Haesung dan yang lain segera keluar. Haesung melihat ada seorang pria yang tengah diperiksa oleh dr. Woojin dan seorang anak kecil perempuan yang berbaju kuning di gendongan salah satu anggota tim 119. Haesung bertanya mengapa tim 119 membawa korab dengan menggunakan keranjang belanjaan. ” Aku pikir jalan masih tidak bisa dilewati oleh mobil. Sehingga mereka melakukan itu.

Haesung pun menangani anak kecil yang digendong terlebih dahulu. Anggota tim mengatakan bahwa dia tuna rungu. ” Dia bisa mengerti dengan cara membaca gerakan mulutmu atau kau menuliskannya. Haesung bertanya apakah terasa sakit di kakinya. Ahh..Haesung lupa jika dia tuna rungu. Dengan sabar Haesung berbicara lambat dengan mulut yang di buka lebar agar gadis itu mengerti apa yang sedang dibicarakannya. Haesung juga bertanya dimanakah ayah dan ibu gadis kecil itu berada. Gadis itu awalnya menjawab dengan menggunakan bahasa isyarat. Akhirnya dia menuliskan huruf demi huruf di telapak tangan Haesung. Haesung pun mulai membacanya. Dengan meneteskan air mata, gadis kecil itu meminta Haesung untuk menolong kakaknya. Dengan senyum…Haesung berkata ” Oke….”

Han Woojin sudah menggoreskan tinta warna hitam pada dahi pasien. Pertanda bahwa pria tsb sudah tidak bisa diselamatkan. Haesung oun bertanya mengapa demikian. Padahal pria itu masih sadar. Han Woojin mengatakan bahwa dia telah mengalami pendarahan di daerah perut yang sangat parah. Jika mereka melakukan pengobatan pada atah tulang panggulnya, maka pendarahan besar tak dapat terelakkan lagi. dr. Han meminta perawat untuk meninggalkan tsb.

” Maaf…apa kau tidak akan membawa dia ke ruang gawat darurat? ” tanya kapten Choi. Han Woojin menjelaskan bahwa jika kasus tsb memerlukan transfusi darah yang besar, mereka tidak bisa melakukannya karena tak asa stock darah. Begutulah aturan yang ditetapkan oleh manager penanggulangan bencana, Kang Joo Ran. ” Jadi kau berkata bahwa kau tak akan menyelamatkanyya? ” tanya kapten Choi lagi. ” Aku tak bilang bahwa aku tak ingin menyelamatkannya. Tapi aku tak bisa….RS tak memiliki stock darah…” . ” Dr. Han…berhentilah…pasien ini masih sadar….” kata Ddolmi. Han Woojin menyarankan untuk membawa pasien ini ke RS lain. Namun kapten Choi malah menentangnya. Situasi sedang kacau sehingga mereka tak bisa memindahkan pasien dengan mudah. Sementara si pasien laki – laki itu sedang berjuang melawan sakitnya. Haesung sendiri hanya terdiam di depan kapten Choi yang masih saja mengomel. ” Tidak ada yang bisa aku lakukan….” kata Woojin kemudian pergi meninggalkan mereka.” Kami berjuang menyelamatkannya…setidaknya lakukan sesuatu ! ” terial kapten Choi. Haesung masih terdiam.

Haesung kemudian menghapus tanda hitam di dahi pria tsb dan menggantinya dengan warna merah. ” Jung Ddolmi….ayo kita lakukan operasi…” kata Haesung. Woojin pun seketika menoleh ke arah Haesung dan dengan langkah tergesa – gesa menghampirinya. Woojin memakinya. Apa yang telah Haesung lakukan, atas ijin siapa dia mengoperasi pasien tsb. Sudah dikatakan bahwa mereka tak memiliki waktj dan juga darah. Haesung menjanjikan bahwa dia akan melakukannya dalam 1 jam dan tanpa transfusi darah. ” 1 jam ? Kesombonganmu telah mencapai langit. ” kata Woojin. ” Aku putus asa….” Haesung melanjutkan kata – katanya. Woojin bertanya apa yang ingin dia tunjukkan kepada orang yang akan mati? . ” Hari esok. Merka harus hidup untk melihat hari esok. Jika kita sebagai doktet menyerah sekarang, maka tak ada hari esok untuk dirinya. ” kata Haesung. Woojin terus melarang Haesung untuk melakukan operasi. Si pasien yang masih tersadar itu oun mengatakan bahwa dirinya masih ingin hidup. Dari situlah Haesung mendapatkan pesetujuan untuk melakukan operasi. Woojin mengatakan bahwa hal yang dilakukan Haesung adalah kecerobohan yang akan mempertaruhkan nyawa pasien. Dan itu juga akan menyalahi aturan RS.

” Aturan RS mana yang membiarkan pasiennya meninggal??” sela Sang Ho. Woojin menjawab bahwa ini adalah RS dan biarkan pihak RS yang akan menangani hal ini. ” Apa kau tidak tahu apa yang aku katakan pada dirinya di saat aku menyelamatkannya? Kami mengatakan bahwa mereka akan selamat, mereka akan segera mendapatkan pertolongan begitu mereka sampai di RS, jadi hanya menahannya sebentar saja. Jika perlakuan RS seperti ini, harapan apa lagi yang bisa kami berikan untuk menyelamatkan mereka?” ujar Sangho. Sangho dan Woojin pun berdebat dengan keras. Mempertahankan pendapat masing – masing.

” Berhentilah !!! Cukup kataku….pasien ini masih sadar….aku mengatakan bahwa dia masih bisa mendengar semua apa yang kalian katakan….kalian tidak bisa memahami perasaannya ?? HUH ??? “Ddolmi membentak mereka berdua. Akhirnya mereka terdiam. Haesung segera memindahkan pasien ke ruang operasi.

” Kami akan melakukan yang terbaik….” kata Haesung pada gadis kecil tsb.

Kang Jooran menemui kapten Choi Sang Ho. Kang Jooran menanyakan perihal Dongha. Apakah dia melihat Dongha atau tidak. Kang Jooran menceritakan ciri – ciri Dongha serta baju yang dikenakannya sebelum dia hilang. ” Kau pasti merasa sangat sulit sekarang. Kau kehilangan anakmu ditambah lagi dengan kau hars bekerja di RS ini ” kata Sang Ho. Sang Ho berjanji akan membantu mencari Dongha. Dan jika dia melihat ada anak kecil yang ciri – cirinya seperti Dongha, secepatnya dia akan memberi tahu kepala Kang. Kang Jooran pun mengucapkan banyak terima kasih kepada Kapten Choi. Mereka pun saling memberi salam hormat.

Haesung terlihat sangat gugup. Keringat perlahan mengucur di pelipisnya. Jina bertanya apakah ini pertama kalinya dia melakukan operasi darurat seperti ini . Dalam waktu 1 jam dan tanpa transfusi darah. Haesung mengiyakan. ” Jika kau ragu…maka tak usah melakukan operasi ini. Orang tak akan bilang apa – apa. ” kata Jina. ” Aku hanya gugup…dan menebak apakah aku bisa melakukan hal ini dengan baik ? Aku tak akan membiarkan dia pergi. ” kata Haesung.

” Kalau begitu…kegugupanmu harus berakhir disini. Jika tidak..semua orang yang ada di ruang operasi dan mempercayaimu akan hancur karena kegugupanmu..” nasihat Jina. ” Tatap aku dan katakanlah bahwa kau bisa….kalau tidak..aku tidak akan masuk…” Jina melanjutkan kata – katanya. ” Kau tahu bahwa kau menakutkan…” Haesung pun melangkah memasuki ruang operasi.

” Dokter Han membawa pasien masuk ? ” Jooran terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Woojin. Woojin juga menceritakan bahwa hanya berbekal persetujuan dari si pasien Haesung nekat melakukan operasi. Tanpa tahu berapa banyak darah yang diperlukan. ” Kepala Kang…katamu dia akan sangat membantu karena dia memiliki banyak pengalaman di bidang emergency. ” kata Woojin. Jooran pun hanya bisa menghela napas pasrah. ” Dimana operasi akan dilakukan? ” tanya Park Gun.

Persiapan operasi pun dimulai. Si pasien menandatangani surat setuju untuk dilakukan operasi dengan tangan gemetar. Kemudian dia mengucapkan terima kasih pada Haesung karena tak membiarkannya meninggal di jalanan. ” Kau terlalu cepat….bahkan aku belum memulai untuk operasi. ” kata Haesung. ” Kalaupun nanti jika aku tak dapat membuka mataku setelah operasi, aku akan tetap berterima kasih padamu dokter ” . Haesung tersenyum dan mengatakan untuk memulai pembiusan .

” Sudah cukup….hentikan operasinya ” Park Gun tiba – tiba masuk ke dalam ruangan operasi.

Haesung terlihat terkejut dengan kedatangan Park Gun secara tiba – tiba. ” Segera hentikan operasinya….” ulang Park Gun sekali lagi. Haesung mencoba untuk melarangnya. ” Apa kau sudah mendapatkan persetujuan untuk operasi ? ” tanya Park Gun. ” Ya…aku mendapatkannya….” jawab Haesung. ” Bagaimana dengan walinya ? Apa kau sudah mendapatkan persetujuan dari walinya ?” tanya Gun lagi. Kali ini Haesung terdiam. Seolah sudah mengetahui jawabannya, Park Gun meminta perawat lain untuk memindahkan pasien tsb. Dia berkata bahwa Haesung tak bisa menyalahi aturan RS. Haesung mencoba melarangnya dan beragumentasi bahwa jika yang Park Gun maksud membutuhkan walinya nya untuk biaya RS maka biar dia yang akan menjadi walinya.

” Dr. Lee Hae Sung…..kau tak usah menambah bebanmu lagi…aku tahu bebanmu begitu berat. Pikirkan juga kondisi ibumu…” Park Gun berbicara setengah berbisik pada Haesung. Haesung pun kembali terdiam.

Namun tiba – tiba Ahn Dae Gil masuk ke dalam ruang operasi. Mengatakan bahwa dia yang akan menjamin pasien tsb. ” Kau kenal ayahku kan? Direktur dari RS Bedah Plastik Ahn. Aku bisa melakukannya kan ? ” tanya Dae Gil. Park Gun mengatakan mengapa hars dia yang menjadi wali dari pasien tsb. ” Dia adalah temanku….teman sekelasku sewaktu sekolah dulu…” jawab DaeGil sambil menatap laki – laki yang terbaring di tempat tidur tsb. Terlihat pasien tsb sebenarnya ungin berontak setelah mengetahui bahwa Ahn Dae Gil lah yang menjadi walinya. Namun Ahn Dae Gil melarangnya untuk bergerak dari tempat tidur. Begitu juga dengan Haesung.

Akhirnya Park Gun mengijinkan mereka untuk melakukan operasi tsb. ” Jika kau tak berkepentingan di ruangan ini, mohon keluar. Pasien ini terburu – buru. ” kata Haesung. Park Gun keluar ruangan dengan wajah kesal.

Kang Jooran sayup – sayup mendengar suara di belakangnya mengatakan bajwa ada korban kecelakaan, anak laki – laki berumur 7 tahun. Dia mengira ciri – ciri itu mirip dengan putranya yaitu Dongha. Jooran seera menghampiri pasien tsb dan dia menarik napas lega saat mengetahui pasien tsb bukan anaknya. Namun disisi lain dia terlihat sedih karena anaknya belum juga ditemukan.

Haesung dan tim akan segera melakukan operasi. Ddolmi terlihat khawatir dengan apa yang akan mereka lakukan. Namun Haesung berhasil menangkannya. Haesung sendiri pun terlihat masih gugup. Jina mengamatinya. Haesung memegang oisau bedah dengan sedikit gemetar. Matanya dipejamkan sejenak. Dan akhirnya dia mulai membuka perut pasien.

Perawat Oh memberitahukan pada Kang Jooran bahwa Dae Gil telah menjadi wali dari pasien yang dioperasi oleh Haesung. Han Woojin berjalan menghampiri mereka dan mendengar percakapan mereka. Perawat Oh menjelaskan bahwa mereka berdua adalah teman dekat semasa sekolah dulu. Dr. Yoo Myunghyun mencoba untuk bergabung dalam pembicaraan ini namun Dr. Kang memintanya untuk mengurus anak kecil korban kecelakaan tadi. ” Bukankan itu sangat cepat dokter…jika mereka menggunakan CT dan MRI sebelum operasi, itubsaja sudah memakan waktu lebuh dari 2 jam. ” kata perawat Oh. ” Perawat Oh…kecepatan bukan segalanya dalam operasi. Diagnosa pertamalah yang terpenting ” . Han Woojin pun meninggalkan mereka berdua.

Han Woojin meemui direktur Park Gun. Dia mengatakan bahwa seharusnya Direktur melarang operasi itu terjadi. Park Gun mengatakan bahwa dirinya melihat tak ada alasan untuk dia melarang operasi tsb. Namun jika terjadi sesuatu kepada pasien. Maka dia pasti akan menuntut RS. Mirae. Park Gun mengatakan bahwa yang melakukan operasi itu adalah Haesung. Haesung yang akan bertanggung jawab. ” Apa kau mengkhawatirkannya? ” tanya Park Gun. ” Aku akan bertanya satu hal…yang kau khawatirkan apakah RS ini atau Lee Haesung ? ” . ” RS ini…..” jawab Woojin. Park Gun meminta pada Woojin agar tak melupakan hal yang baru saja dia katakan.

Dr. Han tiba – tiba masuk ke ruangan operasi. Mengagetkan semua yang ada di sana. Haeaung bertanya apa yang dilakukan Dr. Han di sana. Dr. Han mengatakan bahwa dia akan meluhat bagaimana tindakan ceroboh yang dilakukan Haesung akan menyelamatkan pasien tsb. ” Kalau begitu silahkan lihat…” kata Haesung , tak mengalihkan pandangannya dari si pasien. Woojin terus memperhatikan operasi tsb. Sambil melihat jam. Terlihat dari ekspressi wajahnya, dia agak khawatir dengan jalannya operasi tsb. Entah siapa yang dia khawatirkan. Haesung ataukah si pasien.

Kang Jooran sedang memarahi Myunghyun yang tidak melakukan prosedur yang dilakukan. Dia seenaknya mengambil keputusan sendiri terhadap pasien anak kecil tsb. ” Seharusnya kau fokus pada creatine figures. Jika terjadi sesuatu padanya apa kau akan bertanggung jawab ??” tanya Jooran dengan suaranya yang keras. ” Kau tahu…aku yang bertanggung jawab disini…” suara Jooran terlihat putus asa. Myunghyun pun meminta maaf atas apa yang sudah dia lakukan. Kang Jooran pun menenangkan si anak kecil tsb.

Di ruang operasi terlihat sangat tenang. Haesung dan tim masih menjalankan operasi dengan baik. Han Woojin terus mengamati mereka. Waktu 1 jam pun hampir berlalu. ” Dokter…segmental ini…..” kata Ddolmi. ” Aku tidak akan melakukannya….” ” Apa ??? Hentikan….hentikan operasinya Lee Haesung….” perintah Woojin. Lee Haesung oun berkata atas perintah siapa dia menyuruhnya untuk menghentikan operasi. Itu adalah perintah Han Woojin sebagai seorang professor di departemen bedah. Namun sepertinya Haesung mengabaikannya. Dia terus melanjutkan operasi itu. Haesung meminta Jina untuk memutuskan benang jahitan operasi di perut pasien yang menandakan bahwa jika benang itu diputus maka tertutup sudah jahitan di perut pasien dan operasi selesai. Ketika Jina ingin memotong benang tsb, Han Woojin berteriak di telinganya ” Park Jina !!! Kau tak mendengar bahwa aku yang akan melakukannya !!! Lee Haesung…kau tidak bisa menganggap enteng dan hanya mengguntingnya seperti tukang daging…..” kata Woojin. ” Menganggap mudah ? Dokter apa yang bisa menganggap mudah pasiennya ketika sedang memegang pisau bedah. Aku adalah dokter operasi di ruangan ini. Kalau kau tak sanggup untuk melihatnya. Pergilah…Jung Ddolmi….cut….” Haesung menatap Ddolmi. Ddolmi pun segera memotong benang jahitan tsb. ” Operasi selesai….” lanjut Haesung. Haesung pun meminta Daegil dan Ddolmi untuk mengurus sisa operasi tsb.

” Damage Control….” ucap Woojin sambil menatap ke arah jam. 1 jam kurang 1 menit. Haesung mampu melakukan operasi itu dengan baik. ” Aku harus menyelamatkan dia…ini pertama kalinya aku melakukan damage control….dan itu……berhasil….” ujar Haesung. Woojin terdiam, tak berkata apa – apa.

” Kau dengar itu ? Dia melakukan hal ini untuk yang pertama kalinya..” ujar DaeGil tak percaya. Dia berkata pada Jung Ddolmi sambil membawa pasien keluar dari ruang operasi.

Haesung mengatakan pada Han Woojin bahwa dirinya bukan orang yang tidak sadar dan mengambil resiko dengan kehidupan seseorang. ” Aku juga dokter…tapi apa yang kau lakukan adalah sebuah kesombongan dan pertaruhan semata “. ” Lalu apa yang kau ingin aku lakukan ? Apakah kau ingin aku berpura – pura berusaha kemudian akhirnya menaruh mereka pada kematian ? Tak peduli apakah itu kecerobohan atau pertaruhan, jika ada 1% kesempatan aku bisa menyelamatkannya, aku akan melakukannya. Karena itulah mengapa aku menjadi dokter. ” Haesung keluar ruang operasi setelah membanting pakaian operasinya. Han Woojin masih berdiri di tempatnya.

” Itu adalah Haesung…” ucap Jina sambil membersihkan ruangan operasi. Han Woojkn mengatakan bahwa Lee Haesung tak takut pada apapun. ” Kematian pasien adalah hal yang dia takuti…” ralat Jina. Kemudian dia bertanya apakah ada sesuatu hal juga yabg ditakutkan oleh Prof. Han? ” Hanya dirimu sendiri yang tau jawabannya….” kata Jina sambil meninggalkan ruangan operasi. Woojin merasa tak sehat. Pandangannya kabur.

Haesung sedang menjelaskan pada Ddolmi dan DaeGil apa arti dari Damage Control. Damage Control adalah menghentikan darah dalam waktu yang pendek dan membuat kondisi pasien lebih baik jadi pasien bisa menuju ke operasi selanjutnya dalam waktu yang singkat. Itu adalah kuncinya. Kemudian Haesung bertanya setelah itu apa yang harus Daegil dan Ddolmi perhatikan ? Daegil menjelaskan oanjang lebar apa yang haris mereka kontrol dari pasien. Ddolmi pun hanya mendengarkan ketika Ahn Daegil sedang berbicara. Sepertinya dia tak mengerti akan hal itu. ” Jung Ddolmi…apakah kau tak bisa mengatakan sesuatu ?” tanya Haesung. ” Hmm…aku bukan dari departemen pengobatan dalam…” elak Ddolmi. ” Aku juga bukan….” bisik DaeGil pada Ddolmi. Membuat Ddolmi makin salah tingkah.

Haesung mengatakan bahwa dia sedikit lelah, jadi dia akan beristirahat. ” Disaat aku beristirahat…jangan buat kekacauan…oke…??” Haesung memperingatkan Ddolmi dan DaeGil.

Dengan bersiul dan bergaya angkuh, Ahn DaeGil melewati Ddolmi. Ddolmi pun merasa kesal dengan sikap Ahn Dae Gil yang sok seperti itu.

Haesung sedang menikmati coklat yang digenggamnya. Dia merasa hidup setelah makan coklat tsb. ” Gula sangat bagus untuk menambah tenaga…” ucap Haesung pada diri sendiri.

Ahn DaeGil mengetuk pintu ruangan dan menemui Lee Haesung. ” Min Cheol….tolong rawat dia…” kata Daegil. Haesung mengatakan mengapa dia melakukan hal itu. Bukankah Ahn DaeGil itu membenci Haesung. Lalu mengapa dia meminta Haesung untuk menjaga sahabatnya. ” Aku berhutang banyak kepadanya…tolong selamatkan dia…” pinta DaeGil. Haesung pun meng-iya kan sambil tersenyum.

Ahn DaeGil pun mengucapkan terima kasih. Lalu Haesung melemparkan 2 bungkus snack kepadanya dan juga 2 kaleng kopi. Haesung meminta Ahn Daegil untuk membagi makanannya pada Ddolmi.

” Ini semua adalah makanan yang aku benci. ” kata Daegil. Kemudian dia pergi menemui Ddolmi. Ddolmi agak ragu menerima pemberian makanan dari DaeGil. DaeGil mengatakan bahwa dia sungguh – sungguh mengatakan bahwa makanan itu benar untuk Ddolmi. ” Kau…kau memberikan semua ini untukku ? “. ” Ya…aku mengatakan bahwa ini semua untukmu. ” jawab Ahn DaeGil. ” Semuanya? Semuanya untukku ?? ” . ” Ya…ambil saja… aku tak menyukai ini semua…kau bisa mengambil semuanya ” . Ddolmi pun tersenyum…” Heyyy..harusnya kau tak perlu malu..cukup katakan bahwa kau memberikan ini kepadaku semua. Tak usah malu…” kata Ddolmi sambil menepuk lengan DaeGil. ” Heol…..” kata DaeGil sambil memandang aneh Ddolmi. Ddolmi mengucapkan terima kasih kepada DaeGil. ” Hmm…dia cukup baik….dia juga pasti lapar…” kata Ddolmi.

Ahn Dae Gil pun menemui Min Cheol. Perawat Oh sedang mengganti selang cairan di tubuh Min Cheol. Dia menanyakan mengapa dia kembali lagi setelah memutuskan untuk pulang. DaeGil mengatakan bahwa rumahnya gelap dan dia merasa sangat bosan. Lalu perawat Oh menanyakan bagaimana situasi diluar. DaeGil menceritakan bahwa Seoul seperti di taruh di blender dan kemudian blender dihidupkan. DaeGil juga menceritakan brtapa berantakanya kota Seoul. Perawat Oh seakan tak percaya. Apakah benar kota Seoul sehancur itu. Dae Gil memperhatikan kondisi Min Cheol. Dia lega karena tanda vitalnya baik – baik saja. Kemudian dari mulut Daegil keluar cerita masa lalunya dengan MinCheol.

Memaksa seorang anak yang tidak ingin melakukan sesuatu kemudian mencuri sepeda motor. Dengan koneksi yang ayahku punya dia hanya membuat Mincheol satu – satunya pencuri. Dia pun dikeluarkan dari sekolah dan menjadi mantan narapidana. Aku tidak pernah memikirkan mereka. Ayahku berkata bahwa dia akan menyewa seorang pengacara dan akan memberikan uang kepadanya sebagai kompensasi. Ketika ayahku mengatakan jika aku menyerah untuk menjadi dokter, ketika itu juga segala sesuatunya akan berubah menjadi buih…” . Perawat Oh mendengarkan cerita DaeGil dengan muka prihatin.

” Aku begitu mempercayai kata – kata ayahku. Aku begitu serakah ingin menjadi dokter. Tapi ternyata yang terjadi adalah ayahnya tak memberikan kompensasi uang terhadap Mincheol dan juga tak memberikannya seorang pengacara. Begitulah caraku memakai baju dokter ini..begitu murah dan kotor….” kata Daegil. ” Kau masih muda pada saat itu. Jika kau merasa bersalah padanya…jagalah dia dan bayar hutangmu begitu dia sembuh..” perawat Oh meminggalkan Daegil. ” Ya…aku harus…aku berhutang….” Daegil berkata sambil menatap Mincheol yang masih belum siuman.

Han Woojin memungut sebuah buku diantara buku-bukunya yang berantakan di lantai. Dia dusuk dan membuka salah satu halaman di buku tsb. Terdapat tulisan ” Damage Control ” dan penjelasannya. Dengan senter, Woojin mulai membaca buku tsb. Kemudian menutupnya dengan kasar dan membanting buku tsb di lantai. Terselip satu lembar foto di buku tsb. Woojin mengambiknya. Ingatannya kembali ke masa lalu. Disaat dia, Haesung, Kang Jooran , Jina dan juga So Yool makan dan minum bersama di restoran. Mereka terlihat sangat bahagia dan akrab. Mereka tertawa, bercanda bersama. Kemudian So Yool meminta bantuan pelayan tsb untuk mengambil foto mereka berlima. Dan foto itulah yang dipegang oleh Woojin sekarang. Woojin pun terlihat menahan air matanya dengan sekuat tenaga.

” Park Jina !! ” panggil Park Gun disaat dia berpapasan dengan Jina di lorong RS. Jina bermaksud hendak menghindari direktur RS. Mirae tsb. Park Gun menegur Kina apakah dia lupa cara menyapa Direktur RS ? Jina mengatakan bahwa dia sudah mengundurkan diri. ” Lalu sebagai seorang ayah? ” tanya Park Gun lagi. ” Ayah ? Aku sudah lupa memiliki ayah sepertimu…” jawab Jina. Park Gun menanyakan apa maksud dari kedekatannya dengan Haesung. Jika itu hanya ingin membuat perasaan Park Gun goyah, itu tak akan berhasil. Jina menjawab bahwa itu sangat baik karena dirinya sama sekali tak ada maksud untuk menghentikan kedekatannya dengan Haesung. Jina pun pergi meninggalkan Park Gun.

” Kau sebut itu sopan santun ? ” tanya Jina setelah beberapa langkah di depan. ” Kita telah hidup tetpisah selama 20 tahun dan setidaknya kita masih keluarga walaupun hanya sekali. Namun pernahkah kau menanyakan soal ibu walau hanya sekali saja ? ” tanya Jina tanpa menoleh ke arah ayahnya. Park Gun tak menjawab. Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Jina langsung pergi.

Jina kembali teringat kejadian lalu. Dia dan ayahnya berdebat masalah tentang ibu Haesung. Jina mengatakan bahwa dia akan menuntut RS. Mirae dan juga Han Woojin atas apa yabg sudah dia perbuat kepada ibu Haesung. Namun ayahnya menganggap bajwa itu tak mungkin. Haesung tak memiliki kekuatan apa – apa untuk melawan RS. Mirae. ” Apa kau pikir dengan menuntut RS. Mirae dan Han Woojin akan membuat ibu Lee Haesung sadar lagi? RS mana yang mau menerima pasien koma seperti itu ? Apa Lee Haesung mampu membayar RSnya? ” . Jina menatap ayahnya dengan mata berkaca – kaca. Ekspressi kebencian terlihat jelas di wajahnya. ” Diam saja dan jangan melakukan hal yang terbaik untuk Lee Haesung…” tutup Park Gun. ” Aku pikir kau sudah berubah. Sangat memalukan untukku memiliki ayah sepertimu. ” Jina pun melangkah keluar ruangan. ” Jina – yya…” panggil ayahnya. ” Sebuah kursi yang sudah hancur, akan masih terlihat bekas hancur meskipun sudah diperbaiki. Kau dan ibumu…keluarga kita juga sudah hancur….” kata Park Gun. Park Gun pun juga sedang mengingat hal itu sekarang.

Han Woojin berpapasan dengan Park Gun. Kemudian dia melihat Jina yang sedang duduk. Termenung. Wojin menghampirinya. Dia bertanya apa yang sedang terjadi. Jina pun berdiri dan hendak pergi. Woojin melarangnya. Memegang lengan Jina. Memaksa Jina untuk mengatakan apa yang terjadi. ” Apakah Direktur mengatakan sesuatu? ” tanya Woojin. ” Tidak ada apa – apa. ” . ?” Katakanlah…apa yang terjadi ? ” paksa Woojin. ” Apa yang ingin kau ketahui? ” tanya Jina. ” Kau menangis….Mengapa kau menangis…” . Jina terdiam.

” Katakanlah…..hubungan kita belum berakhir….Kau yang merubah dirimu sedangkan aku masih sama ” Woojin masih menatap Jina. ” Itu semua adalah masa lalu. Kita tidak dapat kembali ke masa lalu “. ” Jika aku melepasmu semudah itu…maka aku tidak akan memulainya…” ujar Woojin lagi. Woojin kemudian memeluk Jina……

Goo Ja hyuk sedang membriefing para menteri. Dia merasa frustasi karena para menteri sepertinya terlalu lambat dalam menangani hal ini. Goo JaHyuk merasa bahwa para menteri itu tak percaya kepadanya. Karena dia adalah menteri baru. Dan juga dia ditunjuk langsung oleh presiden untuk menangani bencana tsb. Namun terdengar bisik- bisik di belakang bahwa dia hanya dipilih berdasarkan kekayaannya. ” Yang terpenting sekarang adalah jalan harus dibuka. Karena jika jalan sudah bisa dilalui maka pendistribusian gas, makanan, air serta obat – obatan dapat dilakukan dengan baik. ” ujar Ja Hyuk. ” Kecemburuan kalian dapat kalian ungkapkan nanti jika semua sudah berakhir. Tapi untuk kali ini aku mohon dengarkan kata – kataku…!!! ” Ja Hyuk berbicara dengan suara keras. ” Untuk negara yang terkena bencana….72 jam adalah waktu emas……”. Ja Hyuk berhenti sejenak dan kembali mengulang kata – katanya…

” Bagi negara yang terkena bencana…72 jam adalah waktu emas……….”

………………………………………………………………….

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version