Home Drama Korea Sinopsis Drama Sinopsis D Day Eps 4 ( Part 2 )

Sinopsis D Day Eps 4 ( Part 2 )

0

Goo Jae Hyuk memulai pidatonya sebagai seseorang yang telah ditunjuk sebagai orang yang bertanggung jawab untuk menangani bencana alam ini. Fokus mereka adalah penyediaan tenaga medis untuk menangani korban bencana alam gempa bumi tsb.

1Haesung dan rombongan tiba di pelataran RS Mirae. Dia melihat banyak pasien yang menunggu di pelataran RS tsn. Menunggu untuk diijinkan masilik oleh petugas. Disana juga terlihat garis kuning sebagai tanda bahwa mereka tak boleh melintasi area tsb. Manajer RS melihat kedatangan Haesung dan yang lain.

Dia berkata bahwa mereka tak bisa masuk ke RS sekarang. Karena RS sudah penuh dan juga mereka kekurangan tenaga di RS tsb. Haesung meminta untuk bertemu dengan direktur Park Gun dan biarkan dia sendiri yang berbicara. Manajer RS. Mirae meminta Haesung untuk menunggu di ruang emergency room. Karena itu adalah prosedur RS.

Manajer Park menemui Park Gun di ruangannya. Dia memberitahukan bahwa Haesung datang dengan membawa pasien. Park Gun yang tahu bahwa Haesung datang dengan membawa Menteri kesehatan pun langsung meminta Manager Park hanha menerima menteri kesehatan untuk ditangani. Selain itu, Park Gun menolaknya dan meminta Manager Park untuk menutup RS kembali.

Akhirnya Haesung dan ibunya dipersilahkan masuk. Namun tidak untuk pasien lain kecuali Menteri Kesehatan yang sedang koma. Haesung melihat barisan pengamanan sudah menutup jalan masuk ke RS. Di belakangnya dia melihat para pasien yang memberontak untuk masuk ke dalam RS.

Haesung bertemu dengan Park Gun. Dia bertanya mengapa dia tak membuka RS di keadaan yabg darurat seperti ini. ” Bagaimana bisa aku menerima pasien dengan kondisi RS yang tak berfungsi ? Cari saja RS lain. ” kata Park Gun. Kemudian dia mengatakan bahwa dia akan menerima Menteri Kesehatan dan meminta dokter yang lain untuk membawa menteri kesehatan ke ruang ICU. Namun Haesung tetap bersikeras agar Direktur membuka RS. ” RS Hangang Mirae sudah hancur. Apa kau oikir masih ada RS yang bisa menerima pasien dengan keadaan seperti ini ? Tanya Haesung. ” Caru saja RS umum lain. Kita ini RS privat dan aku tak melihat keharusan bagi RS Mirae untuk menerima pasien lagi. ” Park Gun masih bersikukuh untuk tak menerima pasien. ” Kita harus membuka RS ini….” dengan sempoyongan Kang JooRan masuk ke dalam ruang emergency. ” Yang terjadi adalah gempa bumi dengan skala 6,5 SR. Dan kita harus membuka RS ini….” Joo Ran melanjutkan kata -katanya. Dia hampir saja jatuh jika tak ditopang oleh Jina dan perawat lain. Park Gun meminta Kang JooRan untuk menemuinya di ruang terpisah.

” Ini adalah gempa bumi dengan 6,5 SR yang menimpa Seoul. Ini adalah bencana ” kata Jooran. Jumlah bangunan yang masih utuh jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bangunan yang sudah hancur. Park Gun mengatakan bahwa itu juga salah satu alasan mereka tidak bisa membuka RS. RS. Mirae tak punya kewajiban untuk menanggulangi bencana nasional. Jooran mengatakan bahwa reputasi Mirae sudah rusak di saat mereka menolak pasien beberapa waktu lalu. Jika mereka menolak pasien lagi, apalagi pasien bencana, ini hanya akan menambah buruk reputasi RS. Mirae. ” Lalu ? ” tanya Park Gun. Jooran menjelaskan bahwa saat ini paaien yang berjalan sendiri ke RS, namun nantinya regu penyelamat akan membawa banyak pasien kritis yang menunggu untuk ditangani. Jadi ruangan RS harus segera dikosongkan.

” Apa maksudmu? Apa kau akan menerima pasien yang bahkan kau tidak tahu dia bisa selamat atau tidak. Dan kau hanya mengeluarkan pasien yang sudah ada ke jalanan ? ” tiba – tiba Han WooJin masuk dan menyela pembicaraan mereka berdua. Jooran mebgatakan bahwa merwka hanya akan mengirim pulang pasien yang hanya menunggu untuk tes dan pasien yang memang sudah dijadwalkan untuk keluar. Jika itu tidak cukup, Jooran akan mengeluarkan pasien penderita kanker dan juga penyakit dalam. Mendengar hal ini, Woojin semakin menentangnya. CT, MRI tak bekerja. Mereka juga kehabisan stock darah. Dan staff yang mereka miliki sekarang bahkan tidak lebih dari 10% staff yang biasanya. Dengan kondisi RS yang seperti ini apa mereka masih bisa menerima pasien ? . ” Pasien yang ada di luar dan di dalam RS, kita hamya akan membawa mereka dalam bahaya. ” kata Woojin.

” Jika kita menutup RS, maka RS yang selama ini kita bangun akan segera hancur !!! ” kata Jooran sambil bangkit dari tempat duduknya. Woojin dan Jooran masih saja berdebat apakah sebaiknya RS dibuka atau ditutup. Woojin juga menjelaskan tentang hukum yang akan mereka hadapi jika mereka mengeluarkan pasien penderita kanker yang juga akan mengancam reputasi RS Mirae. Park Gun melerai mereka berdua. Dia berpikir keras apanyang sebaiknya mereka lakukan. ” Kita harus melakukannya dengan hati – hati…” kata Park Gun akhirnya. Jooran dan Woojin tak mengerti. ” Kita akan melakukan sedikit sehingga media tak memiliki apapun untuk dikatakan. ” kata Park Gun akhirnya. Sepertinya Jooran dan Woojin juga masih belum mengerti dengan maksud direktur.

Haesung menemui menteri kesehatan yang sudah dipindahkan ke ICU. ” Kau harus hidup…aku tidak peduli kau siapa…tapi aku harap kau tak melupakan pasien yang membantu membawa ambu ( alat bantu pernapasan manual ) untukmu. Kau harus hidup….” kata Haesung.

Mirae membagikan selebaran yang berisi kebijakan RS selama kondisi darurat bencana. Berisi tentang rumah sakit Mirae tidak akan menutupi soal diagnosa pasien . RS Mirae juga berhak menolak menerima perawatan pasien tanpa persetujuan dari wali dan pasien itu sendiri. Selebaran itu dibagikan kepada semua pasien di RS dan mereka harus menandatangani selebaran tsb di bagian bawah.

Jina mengatakan bahwa RS melakukan kebijakan ini karena mereka ingin menghindari hukum yang berlaku pada kasus emergency. Haesung pun ikut membaca selebaran yang ditaruh di pangkuan ibunya. Dia membacanya kemudian menarik napas panjang.

Park Gun datang dan mengatakan bahwa Haesung tak perlu menandatangani selebaran itu. Sia mengatakan bahwa dia tak dapat menerima pasien yang dibawa oleh Haesung dari RS. Hangang. ” Dia bukan dokter Mirae. Jadi semua pasien yang sudah ditanganinya, kita tak memiliki kewajiban untuk mengkonfirmasinya. Silahkan pergi ke RS lain. ” kata Park Gun. ” Hmm…sepertinya menyediakan ruangan untuk pasien koma di saat seperti ini sangat sulit. Ah…dan kedua bayi itu kita tak biaa menerimanya karena kita tak memiliki incubator. Lagipula…meneruskan penanganan yang dilakukan oleh seorang dokter yang bukan ahli kandungan, memiliki resiko yang sangat besar…” ujar Park Gun lagi. Haesung terlihat sedang menahan amarahnya. ” Direktur, ini dalam keadaan darurat, seharusnya kita melakukan pengecekan…..” . ” Kau memiliki cukup tenaga untuk datang ke sini kan? Pergi dan cari RS lain….” Gun berkata sambil hendak pergi meninggalkan Haesung dengan pasiennya.

Ayah si kembar memohon pada Direktur agar mereka bisa dirawat di RS. Mirae. Mereka dengan susah payah datang ke RS tsb hanya untuk meminta pertolongan. Ayah si kembar juga mengungkapkan bahwa dia dan istrinya susah menunggu kelahiran si bayi selama 7 tahun. Namun Park Gun tak bergeming. Dia bahkan meminta petugas keamanan untuk membawa ayah si kembar keluar rumah sakit. Jooran hanya bisa menyaksikan kejadian ini dengan prihatin.

Haesung yang menyaksikan pemaksaan keluar RS ini hanya bisa melihat tanpa bisa melakukan apapun . Ekspressi wajahnya terlihat tak berdaya.

Woosung terlihat tak berkonsentrasi saat bekerja dengan tim 119. Dirinya bahkan hampir saja tertimpa reruntuhan bangunan ybg rubuh jika tidak diselamatkan oleh rekan setimnya. ” Mengapa kau seperti ini ? Sadarlah…” ujar rekan setimnya. Woosung mengatakan bahwa ibunya mungkin saja sudah meninggal dan membuat rekan setimnya kaget.

Haesung berlutut di hadapan Park Gun. Park Gun terkejut dengan apa yang dilakukan Haesung. Karena sepengetahuan dirinya, Haesung adalah dokter yang paling keras kepala dan berkemauan kuat yang ia kenal. Tiba – tiba melihat seorang Haesung berlutut seperti itu, Park Gun tentu saja sangat tak menyangka. ” Mereka semua yang ada di sini mempercayaiku dan berjalan hingga sampai kesini. Ibu si kembar sedang tak baik kondisinya begitu juga dengan bayi yang terlahir prematur. Mereka membutuhkan pertolongan. Aku tak akan melawan apa yang menjadi kemauanmu lagi Direktur. Biarkan aku menjaga pasien ku. Aku mohon…..” Haesung terlihat menahan emosi di dalam dadanya. Suaranya bergetar. ” Ini bukan mauku. Tapi ini perintah RS. ” kata Park Gun. Haesung terua mengatakan mungkin akan banyak nyawa yang tak akan bisa diselamatkan nantinya. Jadi dia juga terus memohon untuk menyelamatkan nyawa pasien yang dibawanya.

Kang Jooran menghampiri Park Gun. Dia membujuk Park Gun untuk bisa menerima Haesung dan pasiennya. Dia mengatakan bahwa Haesung telah berkata dia yang akan bertanggung jawab terhadap pasiennya dan tidak akan melawan kemauan direktur. Direktur masuh belum memutuskan. ” Begitu banyak orang yang melihat disini. Jika berita di luar tersebar bahwa RS. Mirae mengabaikan ibu dan bayinya, bukankah itu akan menjadi suatu hal yang buruk untuk RS. Mirae? ” bujuk Jooran lagi. ” Karena kepala Kang yang meminta ini, maka aku akan menerima si ibu dan bayinya…” . Orang tua si kembat sontak bersorak bahagia. Mereka mengucapkan terima kasih. Park Gun meminta ayah si bayi serta Haesung menemuinya.

Haesung dan ayah si kembar disodori sebuah kontrak. Untuk kontrak ayah si kembar berisi tentang perjanjian jika terjadi sesuatu dengan si ibu ataupun si bayi, baik itu komplikasi bahkan hingga kematian, Mirae tidak bertanggung jawab atas apapun. Serta RS. Mirae tidak memiliki Incubator jadi mereka tak bisa melakukan apapun. Sedangkan untuk Haesung, kontrak yang dibuat berisi tentang Dr. Haesung yang bertanggung jawab penuh atas semua pasien yang dibawanya. Dan Mirae tak memiliki tanggung jawab apapun atas apa yang terjadi. Haesung menatap Park Gun dingin . Tak berkata apa – apa. Tanpa berkata lagi Haesung menandatangani kontrak tsb dan langsung pergi. ” Dr. Lee….” panggil Park Gun sebelum Haesung melewati pintu. ” Janji yang baru saja kau buat….tolong ingat itu semua…”. Tanpa menatap Park Gun, Haesung pergi meninggalkan ruangan.

Di luar dia bertemu dengan dr. Han Woojin. Woojin mengatakan bahwa berlutut seperti tadi tidak terlihat seperti Haesung. Haesung menjawab bahwa dia hanya bertindak sebagai layaknya dokter. ” Jika sebagai dokter kau tak bisa melakukan apapun, jika berlutut dapat menyelamatkan nyawa mereka itu akan hanya terasa sedikit memalukan untukku. ” jawab Haesung. ” Terlalu arogan..!! ” jawab Woojin. ” Apa kau marah karena kau tahu kau bersalah? ” Haesung mendekatkan wajahnya ke wajah Woojin. ” Aku bahkan tidak akan mengganggumu. Keputusan yang kubuat juga berdasarkan kepentingan dan keselamatan pasien…” kata Woojin.

” Berhenti bertengkar…” Kang Jooran melerai perdebatan mereka berdua. Dia mengatakan bahwa Lee Haesung telah bekerja dengan keras. ” Yang nantinya akan bekerja keras adalah Kau, Kepala Kang…” ujar Haesung. ” Kau bilang bahwa kau harus mencegah ” tragedi ” agar tak terjadi lagi. Apa kau mencari tahu tentang ” tragedi ” tsb ? ” tanya Haesung. ” Apa kau sedang melampiaskan marahmu padaku ? ” tanya Jooran. ” Hmm…aku hanya ingin melihat pahlawan seperti apa yang akan muncul di situasi darurat seperti ini…” kemudian Haesung meninggalkan Woojin dan Jooran.

Park Jina memanggil Haesung dan mengingatkan dia kepada kondisi ibunya. Haeaung pun segera berlari ke ruangan diimana ibunya dirawat. Haesung melihat ibunya maaih menutup matanya rapat. Jina mengatakan bajwa Mirae tak memiliki ruang ICU yabg cukup. Jadi dia yang akan merawat dan menjaga ibunya di ruangan tsb. ” Mari ku lihat punggungmu…apa kau memiliki sayap ? ” canda Haesung. Jina pun memukul bahu Haesung. ” Semangatlah…..” Jina memegang bahu Haesung sambil tersenyum. Haesung pun juga demikian. Haesung menggenggam tangan ibunya.

Pikirannya langsung kembali ke ingatan masa lalunya. Disaat dirinya, ayah serta ibunya mengalami kecelakaan. Woojin adalah dokter yang menolong mereka. Haeaung meminta Woojin untuk melakukan operasi ibunya. Woojin berjanji pada Haeaung akan melakukan yg terbaik untuk menyelamatkan ibunya. Yang terjadi adalah pasca 1 bulan dioperasi, ibunya tak menunjukkan tanda – tanda akan siuman. Hingga Woosung, adik Haesung meminta Haesung menyelidiki apa yang sudah terjadi pada ibunya. Apakah itu malpraktek. Haesung tak menjawab. Haesung pergi menemui Woojin. Sepertinya hubungan mereka dulu sangat akrab. Haesung memanggil Woojin dengan sebutan Hyung. Haesung menanyakan kepada Woojin, apakah diruang operasi terjadi sesuatu yang salah kepada ibunya?

” Kau telah mendengar semuanya di konferensi. Apa kau tak mempercayaiku? ” tanya Woojin. Haesung terdiam sesaat. Menatap wajah Woojin. ” Tidak…aku mempercayaimu. Jika Hyung bilang tidak…itu artinya tidak kan? ” Haesung menjawab. ” Baiklah…lebih baik kau beristirahat.. wajahmu terlihat tidak baik “. Woojin pun meninggalkan Haesung yang maaih terdiam di tempatnya berdiri. Sepertinya Haesung masih menyimpan pertanyaan di benaknya. Hingga saat ini kejadian tsb masih teringat jelas di ingatan Haesung. Haesung menggenggam erat tangan ibunya dan meminta ijin untuk menolong orang lain di luar sana.

Park Gun dan beberapa dokter kepala sedang mengadakan rapat darurat. Mereka mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan dalam keadaan darurat bencana seperti ini. Kang Jooran yang bersikukuh untuk tetap membuka RS di saat seperti ini mendapat perlawanan keras dari Han WooJin. Jooran berpendapat bahwa jika mereka bisa membuka RS di saat emergency, maka Mirae akan dikenal oleh pemerintah sebagai RS yang aktif. Tak hanya itu , Mirae juga akan berpotensi mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun Woojin berbeda pendapat. Dia justru mengkhawatirkan kondisi pasien yabg sudah ada jika mereka harus mengeluarkan mereka. Belum lagi akan banyak pasien kritis yang datang dan belum tentu mereka bisa menanganinya karena mereka bukan RS untuk menangani kasus emergency seperti itu. Jooran berpendapat bisa saja mereka menjadi ” hero ” jika mereka bisa menerima pasien di saat RS yg lain tidak bisa. Mendengar kata – kata ” hero ” ini Park Gun berpikir. Mungkin ada benarnya juga kata – kata kepala Kang. ” Kepala Kang…apakah kau percaya diri ? Ah..bukan hanya percaya diri…tapi apakah kau juga akan bertanggung jawab ? ” tanya Park Gun . ” Ya…aku bertanggung jawab…” jawab Kang Jooran dengan dada yang tegak. ” Tapi sebagai imbalannya….berikan aku perintah RS….” Kang Jooran menatap Park Gun.

Ayah dan ibu si kembar tampak bahagia. Mereka menggendong anak mereka. Haesung datang menghampiri mereka. Haesung meminta maaf karena telah membuat ayah si kembar menandatangani kontak dengan RS Mirae. Haesung meminta ayah si kembar pergi untuk mencari bahan bakar kapal. ” Untuk apa ? ” tanya ayah si kembar. ” Untuk pergi ke RS yang memiliki incubator ” kata Haesung.

Ayah si kembar pun berpamitan pada istrinya untuk mencari bahan bakar. Demi keselamatan anak mereka berdua. ” Apa kau akan baik – baik saja ? Sepertinya ini akan berbahaya…” tanya sang istri. Sang suami pun mengangguk perlahan.

Hyunsuk dan Ddolmi berniat untuk pergi. Mereka tidak begitu terbiasa dengan RS. Mirae. Lagipula kehadiran mereka di sana hanya untuk membantu. ” Apa kalian akan pergi setelah semua yang terjadi ?? Dengan kondisi seperti ini ? Kalian akan menjadi pengkhianat…pengkhianat…” ucap Haesung.

Suara Kang Jooran muncul lewat pengeras suara. Kang Jooran memperkenalkan diri sebagai ketua komite untuk kasus emergency penanganan korban bencana alam. Haesung tersenyum mendengar suara seniornya itu.

Kang Jooran menjelaskan bahwa dimulai dari sekarang, listrik selain di ruang ICU, ruang Emergency serta ruang Operasi akan dimatikan.Hal ini dilakukan agar pasokan listrik masih tetap ada di saat banyak pasien kritis datang dan membutuhkan operasi juga. Lift juga hanya berfungsi pada lift yang menuju ke ruang operasi. Sedangkan untuk pasien kanker dan penyakit dalam yang masih bisa berjalan akan dikeluarkan dari RS. Haesung, Ddolmi dan yang lain membantu untuk membujuk para pasien agar mau kooperatif di situasi darurat ini. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Mereka mendapat perlawanan dari para pasien.

Bahkan salah satu keluarga pasien ada yang menolak kewajiban ini dan mendorong Kang Jooran hingga menabrak meja. Haesung yang melihat kejadian ini langsung menghampiri Jooran dan membantunya. Haesung mengulang kembali perkataan Jooran kepada keluarga pasien tsb. ” Kita bukannya berkata bahwa kita tidak akan bertanggung jawab. Kita juga bukannya berkata bahwa kita tidak akan berjuang sampai akhir. Kita dokter, berjanji akan menyelamatkan nyawa pasien. Kita melakukan ini semua untuk menyelamatkan nyawa pasien kritis yang bahkan tak bisa bergerak. ” kata Haesung. ” Kita akan melakukan yang terbaik. Jadi..percayalah…” kata Jooran. Keluarga pasien tsb pun menangis di dada Haesung.

Han Woojin mendengarkan percakapan mereka dari luar. ” Apakah yang kau katakan sungguh – sungguh ? Tentang janji kepada mereka bahwa kau tidak akan menyerah, apa kau sungguh – sungguh ? ” tanya Woojin. Haesung menjawab bahwa dia adalah salah satu keluarga pasien juga. Jadi dia mengerti apa yang mereka rasakan. ” Keluarga pasien hanya membutuhkan kata – kata dokter bahwa mereka tidak akan menyerah pada pasien. “. Han Woojin menjelaskan bahwa tidak banyak yang bisa mereka lakukan karena situasi RS yang sangat buruk sekarang. Mungkin saja tindakan ceroboh yang Haesung lakukan akan membuat karir dokternya dalam bahaya. ” Apa kau mengkhawatirkan aku sekarang ? ” tanya Haesung. ” Ini adalah peringatan. Jangan terlalu banyak mempercayai pasien. Karena hati mereka bisa saja berubah menjadi sesuatu yang membahayakan. ”

” dr. Han…aku juga tidak menyukai kondisi seperti ini. Tapi bisakah aku mempercayaimu sebagai seorang dokter yang bisa melakukan operasi? ” Kang Jooran tiba – tiba hadir di antara mereka berdua. ” Aku akan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Sedangkan aku juga akan menunggu hasil apa yang kau buat sebagai seorang yang bertanggung jawab atas penanganan kondisi darurat ini. ” Woojin pun meninggalkan Jooran dan Haesung.

Haesung, Jina dan Ddolmi serta dokter yang lain pun membantu untuk membacakan hasil pasien yang ” diharuskan” keluar dari RS Mirae malam itu. Lambat tapi paati para pasien bisa menerima keadaan yang ada. Dengan terpaksa mereka keluar dari RS untuk bisa memberi tempat pada pasien kritis lain yang akan segera berdatangan. Kang Jopran menyaksikan pemandangan ini dengan perasaan pilu. Sebenarnya dia tak ingin memaksa keluar semua pasien yang ada. Namun dirinya tak punya pilihan lain. Di luar sana banyak korban bencana gempa bumi yang menunggu untuk diselamatkan.

Kang Jooran mengantarkan para pasien RS dan keluarganya di halaman RS Mirae. Sekali lagi Kang Jooran meminta maaf kepada pasien dan keluarganya. Dengan menitikkan air mata Kang Jooran mengucapkan kata perpisahan….

” Sekali lagi kami, RS Mirae meminta maaf kepada kalian. RS tidak mengabaikan kalian atau membuang kalian. Namun ini adalah hal terbaik yang bisa RS lakukan dalam menghadapi bencana gempa bumi ini. Kami sangat berharap kalian semua bisa mengerti kondisi kami. Kami juga berharap kalian semua bisa kembali ke keluarga kalian dengan selamat. Pulang ke rumah juga dengan selamat. Tetaplah sehat hingga saatnya kita bertemu kembali. Di saat RS nanti sudah kembali normal, kami mengharapkan bisa bertemu kalian lagi dan merawat kalian hingga sembuh. Terima kasih….” Jooran memberikan salam pada semua pasien yang berjalan meninggalkan Rumah Sakit Mirae.

……………………………………………………..

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version