Home Drama Korea Kdrama Review Sinopsis D Day Eps 3 ( Part 2 )

Sinopsis D Day Eps 3 ( Part 2 )

0

Haesung, Ddolmi, Jina dan Hyunsuk memindahkan menteri kesehatan ke ruangan lantai 1 agar mereka bisa dengan gampang mengawasinya. Mereka berempat bergotong royong untuk memindahkan pasien itu. Dengan mndorong kasur beserta pasiennya yang tengah koma. Ddolmi berteriak kesakitan karena tangannya terjrepit di saat mereka memindahkan pasien menteri kesehatan.

1

Tiba- tiba Hyunsuk mengatakan bahwa dia akan meninggalkan RS segera. Dia khawatir dengan kondisi rumahnya dan ibunya. Haesung berlari mengejarnya. Haesung mengatakan bahwa dia adalah dokter yang mempercayai cara kerja suster Kim. “ Mengapa kau mempercayaiku? Kapan kita bertemu? “ tanya HyunSuk. Haesung mengerti  bahwa Hynsuk khwatir dengan keluarganya. Namun dia sedang berada di RS sekarang. Banyak pasien yang menunggu bantuannya. Hyunsuk menjelaskan bahwa dia bukanlah suster hanya sebagai asisten. HAesung tak mempermasalahkan hal itu. “ Kami semua membutuhkan bantuan Kim Hyun Suk “ kata Haesung. Hyunsuk mulai menangis mengingat keadaan ibunya yang sakit. Haesung memegang pundak Hyunsuk dan berkata bahwa dia percaya ibunya akan bisa mengatasinya sendiri. Namun Hyun Suk tetap memilih untuk meninggalkan RS. Dengan sengaja setiap kali Hyunsuk ingin mélangkah keluar RS, Haesung selalu menanyakan  hal ini itu. Sampai akhirnya Hyunsuk merasa frustasi dan menyerah untuk kembali ke rumah.

Kapten Sangho dan taem berhasil menyelamatkan seorang wanita yang tertimpa runtuhnya bangunan. Dengan segala kerja keras dari regu 119 dan masyarakat yang sedang berada di sana, wanita itu bisa diselamatkan.

Tidak banyak peralatan yang tersisa di RS. Hangang Mirae. Yang berhasil dikumpulkan oles Hyunsuk hanya 1 kardus saja. Itu sangat tidak cukup bila digunakan untuk menolong pasien korban gempa. Hyunsuk terus saja mengatakan pada Haesung untuk memindahkan semua pasien ke RS lain. Itu adalah hal terbaik yang bisa mereka lakukan. Haesung menarik napas , “ Hanya peluru ini yang kita punya. Kita tidak bisa hanya menembak ke udara, dan kita juga tidak bisa hanya menembakkan peluru kosong. Jika jkita tidak ingin membuang peluru ini sia – sia, coba saja bakar apapun. Kita tidak akan menggunakan peluru utk kasus yang minimum dan kasus yang terburuk. “ jelas Haesung. “ Minimum dan yang terburuk ? “ Ddolmi tak mengerti apa yang dimaksud oleh Haesung. Minimum maksudnya adalah pasien yang tidak akan mati jika tidak diberikan penanganan segera. Dan yang terburuk adalah pasien yang memiliki harapan yang sangat kecil untuk hidup.

Haesung kembali menjelaskan. Saat ini mereka harus menandai pasien mereka sesuai dengan tingkat urgensinya. Hal ini dilakukan karena peralatan dan obat yang tersedia di RS. Hangang terbatas. Mereka tak bisa menangani semua pasien yang sudah datang. Mereka harus menandai dahi masing – masing pasien sesuai dengan warna yang sudah mereka sepakati. Merah untuk pasien emergency adalah orang yang dapat diselamatkan dengan memberikan pertolongan pertama. Biru untuk seseorang yang terluka dan tidak mengancam nyawanya serta seseorang yang membutuhkan operasi besar. Semua pasien dengan minimum case dan kasus yang terburuk semua ditandi dengan warna biru dan merek harus menyerah untuk mengobatinya. Dan yang terakhir hitam untuk kematian.

Haesung menolong seseorang yang terkilir kakinya.Haesung hanya memberikan pertolongan pertama pada pasien tsb. Selebihnya dia meminta pada keluarga si pasien untuk membawa pasien ke RS yang lebih besar. Keluarga pasien itu mengeluhkan bahwa dirinya sudah cukup sulit untuk membawa keluarganya datang ke RS ini. Bagaimana caranya jika mereka harus pindah lagi ke RS lain? Haesung tak bisa berbuat apa-apa. Dan hanya menatap si pasien sedih.

Kekacauan juga terjadi di RS. Mirae. RS. Mirae ditutup untuk umum ! Bagaimana masyarakat tidak protes. Dalam keadaan darurat seperti itu, tempat yang pertama kali mereka tuju adalah RS. Bagaimana bisa RS malah justru tak menerima pasien di saat genting seperti itu. Banyak orang yang memohon untuk dibolehkan masuk ke dalam RS tsb. Mereka sangat membutuhkan pengobatan saat ini. Polisi mengunci pintu RS dengan gembok. Dan berjaga di depannya. Para pasien yang berada di dalam RS hanya bisa melihat dari dalam kekacauan yang terjadi di luar RS.

Mereka mencoba masuk lewat pintu samping. Namun para penjaga telah memasang portal disana. Dan para korban tetap tak diijinkan untuk masuk.

Di RS. Hangang, yang terjadi justru sebaliknya. Haesung, Ddolmi dan Jina sangat sibuk menangani para korban gempa bumi. Mereka berusaha keras menolong para korban dengan sarana dan prasarana yang terbatas. Mereka tak ingin timbul banyak korban lagi.

Seseorang siswa meminta bantuan Jina untuk melihat kondisi ibunya. Dia mengatakan ibunya masih bernapas namun tak menunjukkan bahwa dirinya masih hidup. Jina berusaha untuk memeriksanya sebentar, kemudian dia memanggil Ddolmi untuk memeriksa keadaan si ibu tsb. Ddolmi datang dan segera memeriksanya. Sesaat setelah melakukan pemeriksaan, Ddolmi terdiam dan menggelengkan kepalanya perlahan. “ Basal Skull Fracture…” katanya sambil menandai dahi sang ibu dengan tinta hitam. Ibu itu mengalami remuknya tulang kepala di bagian bawah. Sang anak merasa tak terima ibunya divonis sudah meninggal.

Anak laki – laki itu berusaha berontak. Jina berusaha menenangkannya namun tak mempan. Dia mengejar Ddolmi dan terus berkata bahwa sang ibu baik – baik saja. Ddolmi terus saja berjalan. Anak laki – laki itu berteriak dan membuat pandangan pasien yang  lain mengarah padanya. “ Kalian bukan dokter !! Kalian bahkan juga bukan manusia !!! “ teriaknya sambil mendorong jatuh Ddolmi. Dia mengambil tiang infus yang sedang digunakan oleh pasien lain. Merebutnya dan ingin dia pukulkan kepada Ddolmi.

Jina menghampiri Haesung dan mengatakan bahwa ada seorang keluarga korban yang mendorong Ddolmi hingga terjatuh. Haesung segera menghentikan anak itu. Namun sayang, tangannya justru terkena sabetan tiang infuse yang dibawa anak itu. Haesung mengerang kesakitan. Namun akhirnya anak SMA itu bisa dilumpuhkan oleh Haesung. Pasien yang lain berusaha untuk menangkan anak itu. Ddolmi bangkit dari jatuhny adan menghampiri anak SMA tsb. Ddolmi memegang kerahnya dan berkata, “ Aku juga ingin menyelamatkannya. Aku juga ingin menyembuhkannya dan mengirim kalian berdua pulang ke rumah bersama. Namun, meskipun kami ingin, kami juga tak bisa berbuat apa – apa. Di Rumah sakit ini tak ada obat dan tak ada darah. Kami juga bahkan tak memiliki peralatan operasi yang dibutuhkan oleh ibumu. “ Anak itu menangis semakin histeris. “ Jika memukulku akan membuat ibumu kembali hidup, pukullah aku sesuai hatimu…PUKUL AKU !!! “ teriak Ddolmi. Haesung yang menatap adegan itu , hanya terdiam.

Ddolmi mempersiapkan peralatan untuk menjahit lengan Haesung yang tadi terkena sabetan.

Ddolmi tersenyum pada Haesung. “ Kenapa ? Kau tidak akan menjahit lukaku? Aku harus menerima banyak pasien…” kata Haesung. “ Ini akan menjadi sangat sakit sekali. “ jawab Ddolmi. Haesung hanya mengatakan bahwa paling hanya beberapa jahitan. Dia meminta Ddolmi untuk segera melakukannya.

Baru saja Jung Ddolmi memulai jahitannya, Haesung sudah teriak karena rasa sakit yang dirasakannya. Haesung di jahit tanpa menggunakan obat bius karena obat bius hanya tersisa 1 botol dan haesung ingin menggunakannya untuk pasien. Haesung kembali kesakitan ketika Jung Ddolmi menarik benang jahitannya….” Lanjutkan…..lanjutkan… “Haesung mengatakannya sambil menahan rasa sakit. “ Wooww….kau menahannya dengan sangat baik….anak kecil..” kata Ddolmi.

Ternyata pasangan suami istri yang sempat ditolong oleh Haesung datang lagi ke tempat mereka. Asisten Hyunsuk sudah mengatakan bahwa mereka tak memiliki peralatan untuk membantu orang melakukan persalinan. Namun suaminya terus memohon agar mereka bisa membantu untuk menyelamatkan anak dan istrinya.

Haesung akhirnya berteriak di belakang Hyunsuk untuk membantu mereka.

Mereka sedang bersiap untuk melakukan persalinan. Namun Haesung dkk sepertinya gugup karena dari mereka ber4 sama sekali belum ada yang pernah membantu persalinan. Sementara pasangan suami itri itu menunggu dengan gelisah di belakang. Mereka berdiskusi dengan cara berbisik. Karena takut membuat suami istri itu makin khawatir. Namun akhirnya Hyun suk berteriak dengan kkeras mengatakan bahwa Haesung adalah dokter gila. “ Ada dua dokter..kau piker kita tidak bisa membantu seorang bayi keluar? “ tanya Haesung. “ Bukan satu…tapi 2…mereka kembar..” kata si suami. Haesung dkk makin shock.

Dengan segala keberanian yang dia punya, Haesung memimpin untuk memulai persalinan. Jina bertanya jika nanti terjadi sesuatu di tengah persalinan, yang harus diselamatkan adalah si ibu. Namun si ibu mengatakan bahwa mereka harus menyelamatkan bayinya. Sang suami pun berkata, anak tak aka nada artinya bila istrinya tak ada di sampingnya. Istrinya terus meminta Haesung untuk menyelamatkan bayinya. Apapun yang terjadi. Dia berkata bahwa mereka sudah menunggu selama 7 tahun untuk memperoleh anak.

Haesung termenung mendengar kata – kata si calon ibu. Dia terdiam sesaat kemudian memuuskan untuk memulai persalinan. Dia membimbing si ibu untuk bernapas perlahan. Jina, Ddolmi dan Hyunsuk pun melakukan hal yang sama.

Di ruang ganti kolam renang. Seorang ayah terbangun dari pingsannya dan mencari anaknya. Dia terus memanggil – manggil nama anaknya. Tak lama anaknya pun menjawab panggilan ayahnya. Si ayah ingin bangun dan segera membantu putranya. Namun apa daya, dirinya juga tak bisa bergerak dari timbunan reruntuhan.

Sementara itu di kereta bawah tanah dimana Mr. Kim tadi sedang mengamen, dia membimbing para penumpang untuk keluar melalui pintu darurat. Karena dia sudah sering menjelajah kemana – mana termasuk di stasiun Hangang, jadi dia tahu jalan pintas untuk keluar. Para penumpang menurut dan mengikuti langkah Mr. Kim untuk keluar.

Akhirnya…anak pertama dari wanita itu keluar, laki – laki dengan berat 1, 4 kg. Para pasien yang sedang menunggui persalinan juga ikut bergembira

Saatnya untuk mengeluarkan bayi yang kedua. Haesung dkk terus membantu si ibu untuk mengeluarkan bayinya. Si ibu sudah kewalahan. Terlihat payah dari kondisinya. Namun sepertinya keinginannya untuk menyelamatkan anaknya lebih besar. Akhirnya anak laki – laki yang kedua keluar. Mereka semua bernapas lega.

Namun aneh, bayi kedua saat keluar dari rahim ibunya tidak menangis. Sang ibu bertanya pada suaminya mengapa anaknya tidak menangis. Haesung menatap si  anak dengan seksama. Mencoba mendengarkan detak jantungnya. Dia meminta pertolongan ” suction ” pada Hyunsuk. Dengan muka datar, Hyunsuk mengatakan ” tidak ada ” . Ya.. disana tidak ada perlengkapan untuk operasi. Haesung mencoba menggerak-gerakkan tubuh si bayi. Masih tak ada respon ataupun suara tangisan. Sang ibu dan ayah bayi itu makin terlihat khawatir. Haesung menutup hidung si bayi kemudian menempelkan mulutnya ke mulut si bayi. Semua menyaksikan kejadian itu dengan tegang. Tak lama, Haesung terlihat memuntahkan cairan dari mulutnya. Ternyata ada cairan yang menyumbat di tubuh si bayi sehingga dia tak bisa bernapas. Haesung menghisap cairan itu via mulutnya dan tak lama berselang si bayi menangis.

Semua bernapas dengan lega. Terutama orang tua bayi itu. Jina dan Hyunsung memberikan kedua bayi kembar itu kepada ayah dan ibunya. ” Mereka sangat tampan…” kata Jina sambil tersenyum. Pasangan suami istri itupun terlihat sangat bahagia.

Haesung meminta Hyunsuk menjaga si bayi agar tak kedinginan. Sementara Jina diminta untuk terus memantau kondisi vital si ibu. Sementara dirinya dan Ddolmi mencari 2 buah box streofoam besar yang akan mereka gunakan untuk incubator sang bayi. Ya.. dalam keadaan darurat mungkin hal itu bisa digunakan. Dengan sigap Haesung dan Ddolmi mencari ke semua bagian RS. Dalam pencariannya, Haesung melihat tanda – tanda bahwa bangunan rumah sakit itu akan rubuh. Ddolmi mencari hingga ke bagian tersulit dari RS. Disaat dirinya sedang naik ke meja resepsionis, tiba – tiba sia terjatuh. Haesung khwatir padany. Namun tak lama Ddolmi bangkit dan mengangkat tangannya pada Haesung yang menandakan bahwa dia baik – baik saja. Haesung tersenyum melihat kelakuan lucu Ddolmi.

Haesung berlari ke ruangannya dan dengan tergesa – gesa merapikan barang-barangnya ke dalam ransel. Ddolmi menghampirinya dengan 1 boz streofoam lagi di tangannya. Haesung dan Ddolmi segera pergi ke ruangan sang bayi. Ransel ada di punggung Haesung. Ddolmi bertanya Haesung hendak pergi kemana, namun tak dijawab.

Di sebuah lorong disaat mereka berdua sedang berjalan, tiba – tiba atap si atas mereka runtuh. Haesung dan Ddolmi segera berlari ke ruangan tempat si bayi dan orang tuanya berada.

Dengan melapisi streofoam dengan tumpukan selimut dan memberikan kantung penghangat, Haesung meletakkan kedua bayi itu di dalam streofoam. ” Untuk keadaan darurat, ini bisa disebut sebagai inkubator ” kata Heasung. ” Incubator ini sangat baik…” kata Jina sambil tersenyum. Haesung memberitahu semua yg ada disana bahwa bangunan rumah sakit itu akan rubuh. Mereka harus segera keluar dari bangunan tsb. Haesung memberikan perintah kepada Jina, Ddolmi dan Hyunsuk untuk bisa membimbing para pasien dengan tenang dan tidak mermbuat mereka panik. Dia juga meminta bantuan dari ayah si kembar.

Haesung memberitahu kepada seluruh pasien yang sedang berada di lobi rumah sakit untuk segera keluar dari rumah sakit karena rumah sakit akan segera rubuh. Pasien laki – laki tua bertanya kemana mereka harus pergi dengan kondisi seperti itu. Mungkin saja keluarga mereka akan mencari mereka di rumah sakit. Haesung dwngan perlahan menjelaskan bahwa akan sangat baik jika mereka mengikuti sarannya untuk keluar dari bangunan itu.

Haesung meminta Jina untuk keluar lebih dulu dengan para pasien. Sementara dirinya akan menyusul keluar setelah membawa ibunya. Jina mengangguk cepat.

Haesung pergi ke ruangan ibunya. ” Ibu…mari berkencan denganku…” Haesung segera menarik selimut di tempat tidur sebelahnya dan langsung merobeknya. ” Aku akan menggendongmu ibu…” . Haesung membawa ibunya di punggungnya dan berjalan perlahan keluar kamar. Haesung berjalan dengan sangat hati – hati menghindari apa saja yang memungkinkan bangunan tsb ambruk.

Sesampainya di lobi Haesung melihat pasien masih berkumpul disana. Belum ada satupun yang keluar. Haesung berteriak meminta mereka untuk segera keluar. Seorang pasien laki – laki tua mengatakan bagaimana bisa bangunan tsb rubuh…namun belun selesai dia berbicara..tiba-tiba atap rumah sakit jatu tepat di depannya. Seketika pasien panik. Dan langsung berhamburan keluar.

Haesung berhasil keluar bangunan dengan selamat. Di luar rumah sakit, para pasien sudah menunggunya. Jina memberitahu Haesung bahwa ibu dari si kembar keadaan vitalnya tidak bagus. Tekanan darahnya terus menurun. Begitu juga dengan kondisi vital si menteri kesehatan. Haesung terlihat bingung. Kemana mereka harus pergi? Dengan keadaan seperti itu, dengan membawa banyak pasien. Haesung berkata bahwa setidaknya mereka harus ke Seoul. Dia harus pergi ke RS yang memiliki incubator untuk menyelamatkan hidup si bayi. ” Apakah tidak sebaiknya kita dibawa oleh helikopter ?” tanya ayah si kembar. ” Ya..namun kita tak memiliki kontak untuk memiliki kontak untuk meminta bantuan. ” jawab Haesung. ” Bagaimana dengan alat panggil darurat ke 119? Apakah RS ini tak memiliki aksesnya? ” tanya ayah si kembar lagi. Hawsung pun mengatakan RS besar saja belum tentu memilikinya. Apalagi rumah sakit terpencil seperti mereka. Ayah si kembar berpikir sejenak dan tiba – tiba mendapatkan ide. ” Bagaimana dengan kapal ? Dermaga Hangang mungkin sedikit lebih jauh dari sini namun ada kapal disana.. Aku adalah tehnisi listrik di kapal mungkin tak begitu pandai mengemudikan kapal, tapi aku tahu caranya. Jadi setidaknya aku mengerti cara menjalankannya. ” . Senyum di bibir Haesung sedikit terkembang. ” Baiklah..kita pergi ke sana…”

Haesung mengatakan kepada pasien bahwa mereka aka pergi ke dermaga dan naik kapal ke Seoul dari sana. Haeaung meminta para paaien untuk bisa berjalan bersama -sama hingga sampe ke dermaga. Dermaga itu letaknya tak jauh dari rumah sakit. Akhirnya semua pasien berjalan perlahan menuju ke dermaga seauai dengan arahan petunjuk Haesung. Haesung berjalan di depan, dengan membawa ibunya di kursi roda.

Haesung berhenti berjalan. Dia menyaksikan lubang yang sangat besar terpampang di depannya. Ada mobil yg terperosok ke dalam. Haesung berhenti dan menoleh ke belakang. Dia memberi peringatan kepada para pasien yang berjalan di belakangnha bahwa di depanya ada lubang yang sangat besar. ” Berhati – hatilah. Jangan sampai kalian terperosok di dalamnya. ” teriak Haesung.

Kedua pasien kakek – kakek segera menghampiri Haesung dan melihat lubang yang sangat besar yang ada di depannya Mereka menggelengkan kepala mereka. Disaat yang lain melangkah hati – hati di pinggir lubang agar tida terperosok, justru kedua kakek itu memiluh untukkembali ke RS. Mereka merasa tak sanggup lagi untuk berjalan. Badan mereka terasa sakit.

 

Langkah mereka dihentikan oleh Jina. Jina meminta kakek itu tidak kembali lagi ke dalam gedung. “ Dermaga Hangang terlalu jauh untukku. Aku tidak kuat berjalan lagi. Kalaupun disana ada kapal, kapal itu mungkin akan terbalik. Dia mengatakan bahwa dia adlah Tehnisi. Bagaimana dia bisa tahu cara menjalankan kapal? “ tanya Kakek itu terhadap Jina. “ Bahkan akupun tak bisa berenang…” kakek itu melanjutkan perkataannya lagi kemudian pergi meninggalkan rombongan. Jina terus berteriak di belakangnya memberi peringatan bahwa gedung itu bisa runtuh sewaktu – waktu.

Ddolmi langusng berteriak memanggil Haesung. Meminta bantuannya agar bisa melarang kedua kakek itu tidak kembali ke RS.

Mengetahui kakek itu berjalan kembali menuju RS, Haesung segera berlari mengejarnya…” Tidaaakkk….jangan kembali….” teriak Haesung sambil berlari. Namun sepertinya para kakek tidak menggubrisnya

Tak berapa lama setelah kakek itu masuk disusul oleh Haesung di belakangnya, gedung RS itu ambruk. Hancur berantakan. Asap tebal mengudara.

Bunyi bangunan runtuh itu terdengar oleh Ddolmi dan Jina yang sudah berjalan jauh ke depan. Mereka berdua menoleh ke belakang. Mereka shock melihat gedung yang tadinya menjulang menjadi tak terlihat. Hanya asap tebal yang kelihatan. Jina dengan panik menyebut nama Haesung “ Dr. Lee……LEE HAESUNG !!!………….”

bagaimana nasib Lee Haesung ????

Exit mobile version